Fiqih - Jinayat

A. Pengertian Jinayat

Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja.

Penta`rifan tersebut adalah khusus pada kesalahan-kesalahan bersabit dengan perlakuan seseorang membunuh atau menghilangkan anggota tubuh badan seseorang yang lain atau mencederakan atau melukakannya yang wajib di kenakan hukuman qisas atau diyat.

Kesalahan-kesalahan yang melibatkan harta benda, akal fikiran dan sebagainya adalah termasuk dalam jinayah yang umum yang tertakluk di bawahnya semua kesalahan yang wajib dikenakan hukuman hudud, qisas, diyat atau ta`zir.

Faedah dan manafaat daripada Pengajaran Jinayat :

1) Menjaga keselamatan nyawa daripada berlaku berbunuhan sesama sendiri dan sebagainya.

2) Menjaga keamanan maruah di dalam masyarakat daripada segala fitrah tuduh-menuduh.

3) Menjaga keamanan maruah di dalam harta benda dan nyawa daripada kecurian, ragut dan lain-lain.

4) Berhubung dengan keamanan negara dan menyelenggarakan keselamatan diri.

5) Perkara yang berhubung di antara orang-orang Islam dengan orang-orang kafir di dalam negara Islam Pembunuhan.


B. Klasifikasi Jinayat (Tindak Pidana)

Jinayat (tindak pidana) terhadap badan terbagi dalam dua jenis:
==> Jenis pertama, jinayat terhadap jiwa (jinayat an-nafsi). Yaitu, jinayat yang mengakibatkan hilangnya nyawa (pembunuhan). Pembunuhan jenis ini terbagi tiga:
Pertama, pembunuhan dengan sengaja (al-‘amd), Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja ialah seorang mukalaf secara sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya dengan cara dan alat yang biasanya dapat membunuh.
Kedua, pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu al-’amdi).  Ini tidak termasuk sengaja dan tidak juga karena keliru (al-khatha’), tapi pertengahan di antara keduanya.
Seandainya kita melihat kepada niat kesengajaan untuk membunuhnya, maka ia termasuk dalam pembunuhan dengan sengaja. Namun, bila kita melihat jenis perbuatannya tersebut yaitu tidak membunuh, maka kita memasukkannya ke dalam pembunuhan karena keliru (al-khatha’). Oleh karenanya, para ulama memasukkannya ke dalam satu tingkatan di antara keduanya, dan menamakannya syibhu al-‘amdi.
Adapun yang dimaksud syibhu al-’amdi (pembunuhan yang mirip dengan sengaja) ialah seorang mukalaf bermaksud membunuh orang yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang biasanya tidak membunuh.

Ketiga, pembunuhan karena keliru (al-khatha’), yaitu seorang mukalaf melakukan perbuatan yang mubah baginya, seperti memanah binatang buruan atau semisalnya, namun ternyata anak panahnya nyasar mengenai orang hingga meninggal dunia.
Ketiga jenis ini didasarkan kepada penjelasan al-Quran dan as-sunnah. Dalam al-Quran dijelaskan dua jenis pembunuhan, yaitu pembunuhan sengaja dan tidak sengaja (keliru), seperti dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,(Qs. An-Nisa`: 92–93) .

==> Jenis kedua, jinayat kepada badan selain jiwa (jinayat duna an-nafsi/al-athraf) adalah penganiayaan yang tidak sampai menghilangkan nyawa. Jinayat seperti ini terbagi juga menjadi tiga:
1. Luka-luka الشُجَاجُ وَالْجَرَاحُ
2. Lenyapnya kegunaan anggota tubuh إِتْلاَفُ الْمَنَافِعِ
3. Hilangnya anggota tubuh إِتْلاَفُ الأَعْضَاءِ

Demikianlah fikih jinayat yang mencakup kedua jenis jinayat ini. Dari sini, tampak jelas sekali perhatian Islam terhadap keselamatan jiwa dan anggota tubuh seorang muslim. Dengan dasar ini, jelaslah kesalahan orang yang dengan mudahnya menumpahkan darah kaum muslimin.

Contoh Kisah :
a) Pembunuhan dengan sengaja (al-‘amd)
Sebagaimana halnya Muhammad ibn Thalhah, mulia karena jalan hidupnya yang penuh dengan beribadah kepada Allah SWT, tidak condong pada gemerlapnya kehidupan duniawi dan kenikmatannya, ia juga terhindar dari keterlibatannya dengan kehidupan kaum muslimin yang terjerumus dalam fitnah setelah wafatnya Rasulullah. Karena ketika Amirul mukminin Usman Bin Affan terbunuh dirumahnya dalam keadaan sedang membaca kitab suci Al-Qur’an di kamarnya. Muhammad ibn Thalhah bertanya-tanya sambil bercucuran air mata membasahi jenggotnya, siapa gerangan yang membunuh Amirulo mukminin? Apakah Muhammad ibn Abu bakar terlihat dalam pembunuhan tersebut ataukah isu itu sengaja memalingkan dari keadaan yang sebenarnya dilakukan oleh orang-orang yang durhaka? Setelah jelas bahwa putra Abu baker as-Siddiq tidak terlibat, cintanya mantap dan semangat cintanya berkobar, ia amat mengharapkan agar putra Abu Bakar tersbut tidak terlibat dalam pembunuhan Amirul Mukminin.

Kematian Usman merupakan awal daripada kejadian fitnah yang keji dan kemudian berlanjut dengan terpecahnya barisan ummat islam. Kaum muslimin membai’at Ali sebagai khalifah, semuanya membai’at, kecuali mu’awiyah dan penduduk Syam. Peristiwanya berlangsung amat cepat. Terjadilah perang Unta, dimana ummul mukminin Aisyah Ra. Terlibat didalmnya. Thalhah termasuk pemerhati atas terbunuhnya Usman Bin Affan, oleh karenanya ia tidak sepenuhnya terlibat dalam pertempuran ini. Justru bani Umayah memperoleh keuntungan darinya demi melaksanakan balas dendam. Hal ini terbukti ketika Marwan ibn Al-Hakam mengarahkan panahnya ke Thalhah. Saat itu Thalhah berseru! “saya tidak menuntut balas setelah hari ini”, Thalhah menumui ajalnya, ia gugur sebagai syahid.
0 Responses